Menaklukkan Belanda dengan Sepeda

“Belom ke Jepang kalau belum naik gunung Fuji” atau “Belum ke Paris kalau belum naik menara Eiffel” merupakan contoh pencapaian simbolik seseorang di sebuah Negara. Sayangnya tidak ada gunung yang dapat didaki atau menara tinggi untuk dinaiki di Belanda. Maka dari itu saya kira bersepeda dari Enschede (kota tempat saya belajar) ke Amsterdam (ibukota negara Belanda) dapat menjadi sebuah pencapaian simbolik untuk di Negara belanda.

Ide gila ini berawal dari senda gurau bersama seorang kawan, maniak sekaligus montir sepeda paling handal se-Enschede raya.

Kawan (Y)       : Zak. Menurut lo hal apa yang simbolik di Belanda ?
Saya (S)            : Ngelinting ganja di depan kantor polisi. (FYI:ganja legal di Belanda)
Kawan (Y)       : Bukan itu, maksud gue yang belanda banget dan ga mungkin lo lakuin selain disini ?
Saya (S)            : Ngeganjaa…
Kawan (Y)       : Bukan itu k@!#-*t
Saya (S)            : Sepedaan. Cuma di Belanda yang jalur mobil-nya lebih lancar dari jalur sepeda pagi pagi.
Kawan (Y)       : Sepedaan ya. Gue pengen sepedaan ke Amsterdam.
Saya (S)            : Gue udah sering yos (nama disamarkan). Sepeda gue masuk kereta
Kawan (Y)       : maksud gue kita naik sepeda dari Enschede-Amsterdam.
Saya (S)            : maksud lo naik sepeda ini digenjot dari Enschede ke Amsterdam ?

….
Saya (S)            : Gue udah sering ke Jerman naik sepeda…. Gue sih suka tantangan #SWAG
(FYI: Jerman-Enschede jarak 15 menit naik sepeda)
Kawan (Y)       : Okelah kalau cuaca mendukung kita jalan. Jalannya nanti sebelah rel kereta aja, biar kalo capek bisa naik kereta.

Sedikit gambaran Nederland adalah sebutan negara belanda dalam bahasa Belanda, yang berarti dataran rendah. Begitulah kenyataannya negara Belanda tidak memiliki gunung. Bahkan sepertiga dari negara Belanda terletak lebih rendah dari permukaan air laut. Tidak aneh kalau sepeda menjadi alat transportasi utama di negara Belanda.  Namun sepeda hanya digunakan untuk transportasi dalam.

Seminggu Sebelum Hari-H

“Seberapa jauh sih Enschede-Amsterdam ?” gumamku dalam hati. Dalam sekejap Google Maps melukiskan jalur perjalanan sejauh 170 KM. Seketika aku menyumpah ****!!!!!. Bagaimana tidak, ini lebih jauh dari jarak Jakarta-Bandung atau lebih tepatnya Jakarta-Jatinangor. Namun mau bagaimana lagi tidak ada pilihan untuk mundur karena apa coba?. Karena kawan saya sudah sounding ke masyarakat Enschede kalau kami akan mengarungi Enschede-Amsterdam dengan sepeda minggu depan. Apa mau dikata nasi sudah jadi bubur.

Seminggu sebelum hari-H, saya pun mulai membentuk stamina. Fitness setiap hari (pamer), tidur yang cukup (emang gue males) dan tidak lupa makan makanan yang bergizi (maklum anak kos lebih terbiasa menenggak semangkuk Indomie). Minggu ini pun musuh bebuyutan-ku (baca:Thesis) dilupakan sejenak. Terakhir yang paling penting adalah mempersiapkan bekal.

Seorang bijak pernah berkata “Perbekalan menentukan seberapa jauh jarak yang dapat ditempuh”. Kata siapa? kata SAYA. Sebagai pemula dalam sepeda jarak jauh, saya yakin kemampuan saya sangat ditentukan oleh bekal yang saya bawa. Sebuah artikel kesehatan menuliskan buah pisang memiliki kadar gula yang tinggi dengan kalori 100 kcal per buah. Cocok sekali untuk pengendara sepeda jarak jauh yang butuh tenaga besar pastinya. Tanpa pikir panjang satu sisir pisang saya masukkan ke dalam kantung belanja. Selain kandungan yang telah saya jelaskan tentunya pemikiran ini didasari oleh hal yang lebih fundamental, yak betul DISKON.

Perjalanan

Perjalanan dimulai pukul 7:27 pagi dari Enschede. Peta diatas merupakan peta perjalanan yang dirancang oleh kawan saya. Anda terkejut…? Sama saya juga. Karena rute perjalanan itu sama sekali TIDAK melewati jalur kereta (lihat pembicaraan S dan Y diatas). Perjalanan ini akan saya ejawantahkan dalam 5 subbab (layaknya subbab dalam thesis).

Perjalanan : Enschede-Lochem

Sedikit gambaran mengenai enschede, desa enschede ini dikenal dengan area pacuan kuda. Bahkan lambang PPI Enschede mengandung simbol kuda. Sehingga pemandangan yang kami lihat tidak jauh dari peternakan, ladang hijau dan kandang-kandang. Asri sekali bukaan? Hijau kemanapun mata memandang. Sayangnya tidak semua yang anda lihat terasa seperti yang anda bayangkan. Pemandangan boleh indah namun wewangian kurang begitu mendukung. Saya sarankan untuk membawa masker jika melintasi peternakan lebih dari dua jam. Karena setelah itu besar kemungkinan hidung anda tidak lagi dapat membedakan harumnya bunga dandelion dan bangkai tikus. Di luar itu perjalanan berjalan dengan lancar, kami masih dalam kondisi prima. Kami tiba di Lochem lebih cepat dari yang seharusnya. #SWAG

Perjalanan : Lochem-Deventer

Perjalanan dari Lochem menuju Deventer melintasi kota-kota kecil Belanda. Saking kecilnya kota-kota tersebut kami tidak menyadari kalau sudah berpindah ke kota lain lagi. Waktu menunjukkan pukul 09.27, sudah dua jam kami mengayuh sepeda kami. Tentunya musuh utama umat manusia dalam menjaga konsistensi pun muncul, KEBOSANAN. Sudah sekian banyak topik pembicaraan kami diskusikan. Pastinya kalian tahu lah, topik apa yang dibicarkan oleh pelajar Indonesia di negeri yang melahirkan para pendiri negara Indonesia. Yak betul… Politik, Negara dan Perdamaian bangsa bukanlah topik yang kami bicarakan. Pastinya diskusi kami berkutat mengenai orang-orang di sekitar kami (gossip). Sudah ratusan gossip kami bahas, namun bosan masih saja melanda. Tak lama dari itu kami pun mendapat ide cemerlang, yaitu mendakwahkan dangut sambil berdendang. Berbekal speaker wireless yang ditalikan ke tas sepeda saya, lagu dangdut pun mengalun dengan merdu. Kami sampai deventer like a boss dilatari lagu cucak rawa.

Perjalanan : Deventer-Apeldoorn

Hampir 4 jam kami mengayuh sepeda kami. Gossip sudah kami bahas, dangdut sudah kami dendangkan tinggal istirahat yang belum kami lakukan. Kami istirahat sebentar di Deventer, saya menyantap pisang yang saya bawa dan tidak lupa menawarkan ke teman saya. Sedihnya dia dengan angkuhn menolak pisang yang saya tawarkan dan mengeluarkan seplastik batagor yang ia beli dari ibu penjual catering di Enschede. Dia menyantap batagor tersebut dengan lahapnya tanpa memperhatikan temannya yang hanya menggigit kulit pisang untuk bertahan hidup #lebay.

Perjalanan pun kami lanjutkan. Bosan kembali melanda saat speaker wireless kami mulai kehilangan daya-nya dan terhenti di lagu “Sambalado”. Namun yang paling jelas terasa adalah kesombongan kami, “jalan kok datar doang”, “gak ada tantangannya nih” sering terlontar dari mulut kami yang hina ini. Kemudian Tuhan menjawab celotehan kami. (Perhatikan peta, Apeldoorn terletak di daerah hijau bukan? menandakan dataran tinggi) Seketika sepeda yang saya kayuh terasa berat, seakan kami sedang menanjak (memang menanjak sih). Sebagai gambaran saya bubuhkan gambar perbedaan ketinggian jalur yang kami lewati.

“**#!@**#$@” adalah sumpahan yang saya lantunkan saat melihat ini, sama seperti anda. Namun walau lamban kami pun tetap mengayuh sepeda kami. Pukul 13.15 kami tiba di Apeldoorn dengan betis terasa keras.

Perjalanan : Apeldoorn-Flevoland

Satu yang dapat saya garis bawahi bahwa perjalanan kami ini lebih dari sekedar bersepeda ke Amsterdam. Perjalanan ini saya rasakan sebagai perjalanan spiritual, layaknya seorang biksu pergi ke barat mencari kitab suci. Karena diperjalanan inilah saya menyadari bahwa Tuhan maha Adil. Dimana ada tanjakan, selalu ada turunan. Kami menuruni bukit Apeldoorn dengan gagahnya. Demi menyimpan tenaga saya tidak mengayuh sepeda sama sekali.

Sekitar pukul 15.00, perjalanan kami lanjut memasuki hutan. Hebatnya negeri ini adalah tersedianya jalur sepeda di dalam hutan sekalipun. Lelah dan peluh mulai membanjiri kami, namun kami mengurungkan niat untuk istirahat. Bukan karena sombong atau sok kuat, namun saya yakin tidak ada yang mau beristirahat di tengah hutan yang jauh dari peradaban. Bagaimana kalau ada macan melintasi saat kami sedang istirahat #lebay.

Keluar dari hutan kami disambut dengan jalan tol yang menyambungkan Amersfoort dengan Flevoland. Di sini kami beristirahat sejenak untuk menyantap pisang. Meski waktu sudah menunjukkan pukul 16.00, kami tetap semangat dan tidak sabar memasuki babak baru dalam perjalanan kami. Tepatnya saat tanda “flevoland” kami temui.

Perjalanan : Flevoland-Amsterdam

Flevoland merupakan propinsi di Belanda yang belum lama menjadi daratan. Kira-kira 20 tahun lalu propinsi ini belum ada literally masih laut. Kepiawaian negeri ini dalam menciptakan daratan dan kebutuhan akan daratan memaksa Belanda untuk menciptakan propinsi Flevoland ini. Tentunya kami sangat tertarik untuk memilih jalur ini demi mengganti pemandangan dalam perjalanan kami. Kami sudah melintasi ladang, peternakan, kota-kota kecil, dataran tinggi dan jalan tol. Kami berharap kami bisa menikmati pemandangan baru bersepedaan di sebelah laut.

Group band 90-an JAMRUD dalam tembangnya yang berjudul “telat 3 bulan” menuturkan bahwa “namanya laut angin pasti kenceng”. Perjalanan kami yang hanya berjarak 30 meter dari laut ini diterpa angin literally angin. Bahkan jalur sepeda kami terletak persis di sebelah turbin angin yang berputar dengan galaknya. Benar adanya teori dari tembang JAMRUD tersebut “namanya laut angina pasti kenceng. wuuush” Namun dengan papan petunjuk yang menuliskan Amsterdam 20 km, memotivasi kami untuk mengayuh sepeda ini dan melintasi flevoland secepatnya.

Setelah melintasi Flevoland, kami beristirahat sejenak dan menyantap pisang terakhir. Waktu menunjukkan pukul 17.00, kami pun lanjut mengayuh sepeda dengan semangatnya melintasi daerah yang tidak lagi kami kenali dan dipenuhi dengan mobil. Wait what mobil..? ya mobil. Sepertinya kami mulai menyentuh bibir kota Amsterdam. Semakin dalam keramaian makin menyambut kami. Dan sampailah kami di daerah yang mulai kami kenali dan terus kami mengayuh sepeda kami. Bendera “XXX” (bendera Amsterdam) mulai banyak terlihat dan berkibar dengan anggunnya. Sepeda kami berlari dengan galaknya memasuki museumplein dan BOOOM. I AM STERDAM. Kami sampai di Amsterdam, lagu “we are the champions” dari group band legenda Queen mengalun di kepala saya.

Perjalanan kami memakan waktu 10 setengah jam, dengan 9 jam waktu mengayuh dan sisanya istirahat. Informasi lengkap dapat ditemukan pada gambar dibawah ini. 5151 kcal kami bakar yang setara dengan 2,5 hari porsi makan lelaki dewasa. Mungkin bisa menjadi masukan untuk orang yang mau kurus. Namun karena kami tidak sedang proses pengurangan berat badan, kami pun mengganti kalori yang hilang dengan makan bebek goreng dan minum soda.

Saya yakin kalian menebak2 bagaimana kami kembali ke Enschede. Yak tebakan kalian betul. Kami mengayuh sepeda kami kembali melewati stasiun Amsterdam Zuid dan BOOM masuk kereta. Kami tertidur pulas di kereta direct Amsterdam Zuid-Enschede dan begitulah cara kami menaklukkan belanda dengan sepeda.