Ilmu adalah buruan, dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan ikatan yang kuat. Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang, lantas kamu biarkan dia terlepas begitu saja – Imam Syafi’i.
Pesan ini saya dengarkan dari Wakil Kepala Sekolah SMA saya, yang juga menjabat sebagai guru Pendidikan Agama Islam. Beliau menuturkan kata-kata bijak ini saat membuka acara pelatihan pejabat Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) SMA 34 Jakarta, yang pada saat itu saya dilantik sebagai Wakil Ketua MPK. Pesan tersebut masih membekas dan saya yakini menjadi kunci keberhasilan saya dalam menamatkan Studi Magister 10 tahun yang lalu.
Dalam menyelesaikan thesis Magister, tak terkira berapa jumlah paper dan journal yang saya tamatkan baik untuk membentuk kerangka riset, referensi metodologi, atau hanya sekedar menjadi catatan yang saya siapkan saat dicecar oleh dosen pembimbing. Genap menamatkan delapan paper pertama, saya masih sangat hafal apa yang dikerjakan oleh para peneliti dari berbagai belahan dunia tersebut. Namun saya sadari, saat selusin paper berikutnya saya tamatkan, informasi dari delapan paper pertama menjadi kabur. Saya yakin bahwa kesulitan ini tidak saya hadapi sendirian, banyak teman seperjuangan saya-pun merasakan hal yang sama. Salah satu kawan pernah menghabiskan lebih dari setengah jam hanya untuk mencari sepenggal paragraf dari puluhan paper yang dia pernah baca untuk menjawab pertanyaan dosen pembimbingnya. Untuk mengatasi hal ini, lantas saya membuat sistem inventarisasi paper yang saya sudah baca, meliputi judul, penulis, tahun terbit, konferensi, rangkuman isinya, dan poin-poin menarik yang kiranya penting untuk saya ketahui. Saya membuat data repositori sendiri. Data repositori yang menemani saya selama dua tahun dan kerap berkembang dengan satu tujuan, hingga akhirnya gelar magister disematkan di ujung nama saya.
Awal Dokumentasi
Saya memang sangat gemar membaca, sejak remaja saya senang membaca buku baik komik, majalah, artikel, non-fiksi, self-help, dan berbagai kategori lainnya. Semenjak saya memiliki data repositori sendiri, saya kemudian mulai mendokumentasikan hasil bacaan saya dalam data repositori saya, yang dikemudian hari tentunya dapat saya baca kembali. Kebutuhan dokumentasi ini kian berkembang sejalan dengan karir saya. Setidaknya sudah tiga kali saya kembangkan sistem untuk mendukung kebutuhan karir hingga versi yang paling terakhir dapat menyimpan potongan kode, gambar, video, quote, internal search, dan tersedia secara online dengan hanya saya yang dapat masuk.
Setelah saya masuk bekerja di dunia professional, data repositori semacam ini dikenal dengan suatu istilah Knowledge Management System (KMS). Pada organisasi dan perusahaan internasional tempat saya bekerja dulu, KMS diutilisasi secara serius dan saling terhubung dengan berbagai kantor cabang di seluruh belahan dunia. Cukup masuk melalui intranet, maka kita dapat melihat hasil pemasangan Security Operations Center (SOC) kantor cabang Brazil untuk perusahaan Telekomunikasi besar di kota Sao Paulo dan langkah-langkah yang mereka lakukan; Arsitektur komputer cluster perusahaan logistik di India; Strategi elektrifikasi nasional Colombia; dan draft kebijakan perlindungan data pribadi perusahaan kosmetik di Inggris untuk memenuhi tuntutan GDPR Uni Eropa.
Indonesia dan Budaya Mencatat
Celakanya banyak perusahaan dalam negeri masih belum melihat seberapa pentingnya dokumentasi. Sehingga pertanyaan akan suatu pekerjaan masa lampau harus melibatkan “pelaku sejarah.” Lantas risiko lost of information tidak terelakkan bilamana para “pelaku sejarah” meninggalkan perusahaan. Dalam buku Mediationes Sacrae pada tahun 1957, Francis Bacon, seorang filusuf Britania Raya menuturkan Knowledge is Power, Pengetahuan adalah kekuatan. Diamini oleh Thomas Jefferson, Presiden ke-tiga Amerika Serikat, yang menyadur perkataan Francis Bacon setidaknya empat kali dalam berbagai pidato kebangsaannya. Kembali ke negara kita, Presiden pertama Indonesia Bung Karno kerap kali menegaskan JASMERAH yang bermakna Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. Lantas bagaimana kita mau tahu sejarah kalau tidak ada dokumentasinya.
Genap 10 tahun sejak saya pertama kali ciptakan, data repositori saya kini berisikan beragam informasi. Banyak infomasi hasil bacaan atau rangkuman video youtube seperti sejarah perang dunia pertama, sejarah perpecahan sunni-syiah, dan sejarah council nicaea. Banyak juga hal-hal yang saya dokumentasikan berasal dari peran-peran profesional saya seperti cyber security, cara-cara mutakhir hacking, potongan-potongan kode python, langkah-langkah restorasi gambut, cara membuat master-slave basis data, cara memasang kubernetes cluster, dan berbagai informasi penunjang lain yang menurut saya penting. Berbagai peran telah saya jalani baik sebagai web developer, programmer, konsultan, project lead, manager, expert, hingga direktur dan jika ditanya senjata utama saya, saya akan jawab data repositori saya.