“Hi Zak, gue denger lo kerja di NGO lingkungan yaa. Lo digaji ga sih kerja seperti itu ?”
“NGO itu apa sih ?”
“BTW NGO itu duitnya dari mana sih ?”
“Kok ada yang mau ngasih duit ?”
Kira-kira begitulah pertanyaan-pertanyaan yang sering terungkap dari banyak kawan saya. Hampir genap lima tahun saya bekerja untuk suatu NGO internasional di Ibu kota, selama itu pula saya harus menjelaskan kepada sanak saudara dan kawan-kawan saya apa itu NGO.
Mengenal NGO
NGO merupakan singkatan dari Non-Governmental Organization, yakni suatu organisasi yang mengemban misi sosial dan bergerak secara independen dari pemerintah. Dalam bahasa Indonesia, padanan dari NGO adalah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Meskipun terdapat perdebatan panjang yang menuturkan bahwa NGO tidak sama dengan LSM, namun secara prinsip NGO dan LSM adalah sama. Inuendo: mungkin karena banyak lidah warga Jakarta Selatan yang ke-barat-baratan dan lebih mudah mengucapkan NGO yang berasal dari bahasa inggris dibandingkan LSM, maka dari itu penyebutan NGO lebih populer dibandingkan LSM.
Dengan luasnya isu sosial, NGO bergerak dengan misi yang spesifik di suatu bidang, seperti hak asasi manusia (HAM), lingkungan, kesehatan, penghapusan kemiskinan, dan lain-lain. Sebagai contoh salah satu yang paling terkenal yakni WWF (World Wildlife Fund), organisasi berlogo panda ini memiliki misi untuk memastikan kelestarian satwa liar. Baru ini kita juga mendengar Sungai Watch, yakni NGO yang fokus dalam merestorasi daerah aliran sungai berawal di Bali dan mulai merambah ke daerah lainnya. Di isu hukum, kita sering membaca di surat kabar suatu organisasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang kerap melakukan advokasi terhadap isu-isu HAM di belahan daerah di Indonesia.
Dengan orientasi dan misi sosial yang tidak mencari keuntungan, organisasi-organisasi tersebut lebih seringnya mendaftarkan diri sebagai yayasan atau perkumpulan sebagai badan hukumnya. Bedanya dengan perusahaan yakni neraca keuangan NGO idealnya harus 0 (nol), tidak bersisa, dan tidak ada uang yang dibawa ke tahun berikutnya. Tidak dibenarkan NGO untuk mengambil keuntungan dari proyek-proyek dan pekerjaan yang mereka kerjakan. Sebagian pendanaan boleh digunakan untuk operasional organisasi, namun sisanya harus habis digunakan untuk mengemban misinya.
Lantas Bagaimana NGO mendapatkan dana ?
Ada berbagai macam cara NGO mendapatkan dana, baik donasi, sumbangan anggota, penjualan suvenir, hingga istilah fundraising yang paling populer kini dengan mengikuti call for proposal baik yang bersifat terbuka maupun tertutup.
Analogi terdekat bagi orang awam dalam memahami proses fundraising ini yakni mengikuti proses tender. Contoh ada suatu perusahaan perbankan yang mengumumkan suatu proyek pengadaan aplikasi mobile yang dapat diakses oleh sepuluh juta pengguna dalam satu waktu. Walhasil ratusan perusahaan teknologi berlomba-lomba mengirimkan proposal berisikan “adu jurus” untuk menghadirkan aplikasi tersebut dengan harga termurah. Kembali ke dunia nyata, kita ganti sektor perbankan tersebut menjadi badan pembangunan asing, aplikasi mobile menjadi cetak biru kebijakan transportasi berkelanjutan, jurus menjadi desain kebijakan non-motorized transport (NMT), proposal tetaplah menjadi proposal, dan viola kira-kira begitu penggambarannya mengenai kesempatan fundraising NGO. Mirip bukan dengan tender-tender pada umumnya.
Jenis-jenis NGO
Meski tidak terdapat definisi baku dalam mengkategorikan NGO, kira-kira terdapat beberapa jenis NGO yang dapat pembaca pahami.
A. NGO level Tapak
Seperti namanya, NGO level tapak sangat dekat dengan masyarakat. NGO ini memiliki basis masa yang sangat kuat pada level akar rumput, istilah yang biasa dipakai untuk menggambarkan kedekatan organisasi-organisasi tersebut dengan masyarakat. NGO ini hampir dianggap oleh warga desa dan pedalaman sebagai tabib-tabib pengetahuan, hukum, dan ilmu atas jasa yang mereka berikan kepada warga desa. Tidak jarang kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan oleh banyak universitas di Indonesia melahirkan NGO-NGO level tapak di daerah tersebut.
B. NGO Think-tank
NGO Think-tank sesuai dengan namanya sarat dengan ilmu pengetahuan. NGO ini kerap membawa paradigma dan teori-teori dari mancanegara untuk dapat diimplementasikan di Indonesia. Tidak jarang NGO think-tank menjadi tempat berkumpulnya peneliti-peneliti jebolan luar negeri yang kaya dengan konsep dan teori-teori terbaru. NGO think-tank sering melakukan studi komparasi dalam menguji konsep-konsep asing untuk diadopsi di Indonesia. Tak ayal seperti konsep bis listrik, zona rendah emisi, standar bahan bakar euro6, kesetaraan jender, dll yang berasal dari luar negeri menjadi bahan “jualan” NGO think-tank di Indonesia.
C. NGO Lobbyist
Sering disalah artikan bahwa pekerjaan melobi memiliki konotasi negatif di Indonesia. Pasalnya banyak oknum perusahaan yang melakukan aktifitas lobi-lobi guna mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan yang menguntungkan suatu pihak dan merugikan banyak pihak lainnya. Namun definisi melobi itu sendiri merupakan suatu kegiatan audiensi untuk bertukar pikiran antara masyarakat dengan pemerintah.
NGO lobbyist seringnya melakukan audiensi dengan pemerintah untuk menunjukkan suatu temuan dari kebijakan saat ini atau membawa suatu kerangka kebijakan baru yang memiliki tujuan baik bagi masyarakat. NGO lobbyist biasa membuat suatu kajian kebijakan yang juga sering dikenal dengan istilah white paper. Kadang kedekatan antara NGO lobbyist dengan pemerintah, membuat NGO tersebut menjadi rekanan tetap pemerintah.
D. NGO Advokasi
Mirip seperti NGO Lobbyist, NGO advokasi juga membawa ide ide kebijakan baru ke pemerintah. Namun biasanya NGO advokasi membawanya melalui jalur jalur hukum. Tidak jarang bahwa NGO advokasi mengajukan banding suatu produk kebijakan pemerintah melalui Uji Materi, Judicial Review, dan cara-cara hukum lainnya. Dengan cara kerja yang seperti ini, jarang NGO advokasi berada di kubu yang sama dengan pemerintahan. Tentunya hal ini juga dibutuhkan untuk memastikan adanya check and balances pada sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia.
E. NGO Regranter
Di antara jenis NGO lain, NGO jenis ini merupakan yang paling muda kemunculannya. Berkembangnya tren pembangunan berkelanjutan di dunia, dan semakin kompleksnya ekosistem NGO memungkinkan lahirnya suatu organisasi yang kerjanya “menjual” cetak-cetak biru suatu konsep pembangunan di suatu daerah untuk didanai oleh banyak pihak, dan nantinya diimplementasikan oleh banyak organisasi. Dari segi para pendana, mereka hanya melihat satu organisasi, dan dari sudut pandang para pelaku implementasi pun hanya satu organisasi yakni NGO regranter. Dewasa ini NGO regranter juga banyak mendanai jenis NGO lain baik level tapak, think-tank, maupun lobbyist dengan sumber dana yang beragam.
Semakin pesat berkembangnya tren dunia pembangunan di Dunia, semakin kompleks juga ekosistem NGO. Namun pastinya peran NGO semakin dibutuhkan dalam menghasilkan tatanan masyarakat yang baik.
———————
Fadhli Zakiy
Technology Enthusiast, IT Principal, Full Stack Developer, Project Manager, and Sustainable Innovator