Kerjaan Anak IT di NGO, Ngapain aja sih ?

Melihat antusiasme pada postingan sebelumnya terkait Mengenal NGO, Organisasi nirlaba dengan misi sosial yang mulia, lantas banyak orang bertanya kepada saya apa saja kesibukan anak IT di dunia NGO. Bahkan tidak sedikit kolega saya yang kini berkarir di konsultan Internasional, perbankan buku empat, dan start-up mempertanyakan teknologi IT yang di”oprek” oleh NGO dan kemudian membandingkannya dengan teknologi mutakhir yang mereka gunakan di tempat kerjanya. Kemudian saya pun merefleksikan diri lima tahun yang lalu saat saya pertama kali menginjakkan kaki di dunia NGO dengan kesegala tidak tahuannyapun saya berpikir “This will be easy.” Cukup berselang dua minggu sejak saya masuk, “Yet I was wrong.” Kini saya dengan penuh percaya diri dengan mudah menjawab teknologi “oprekan” NGO jauh lebih kompleks dibandingkan kebanyakan perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Berbeda dengan apa yang dicapai oleh kebanyakan IT consultant, BUMN, dan perusahaan besar lainnya, sistem informasi teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan ini biasanya bertujuan pada streamlining proses bisnis mereka. Baik pembukuan, pembelian barang, penyediaan jasa, manajemen pengguna, dan hal-hal lain yang bersifat transaksional. Tantangan yang ditemukan dalam implementasi proses bisnis semacam ini selalu berujung pada arsitektur teknologi yang mendukung ribuan bahkan puluhan juta pengguna dalam satu satuan waktu. Sedangkan sistem informasi yang dikembangkan di kebanyakan NGO bertujuan lebih kepada riset, analisis, dan pemrosesan data yang mendukung suatu penelitian. Bahkan tidak menjadi suatu masalah apabila response time dari suatu request melebihi 30 detik yang dikebanyakan e-commerce dianggap sebagai bencana.

Baca Juga : Keuntungan belajar programming pada kehidupan sehari-hari

Perbedaan tujuan tersebut yang membuat anak IT di NGO dan anak IT di kebanyakan perusahaan memiliki oprekan yang berbeda. Berdasarkan pengalaman dapat saya sampaikan beberapa teknologi yang digunakan oleh NGO di Indonesia.

1. Web Geographic Information System (WebGIS)

WebGIS merupakan teknologi pemetaan dalam jaring yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan analisis spasial melalui internet. Google Maps, dan Google Earth merupakan salah satu produk terkenal dan paling banyak digunakan. Teknologi ini didukung oleh citra satelit Landsat, MODIS, Sentinel, ASTER, dan banyak macam lainnya. WebGIS banyak digunakan oleh NGO yang bermain di sektor kehutanan dan tenurial yang banyak analisisnya berbasis spasial. Namun juga tidak menutup kemungkinan untuk NGO-NGO pada sektor lain juga ikut turut serta menggunakan analisis spasial untuk melihat sebaran, dampak, dll.

Dengan teknologi WebGIS memungkinkan IT NGO untuk menganalisis berbagai macam hal seperti titik panas, pembukaan lahan, arah angin, abrasi pantai, dan perubahan-perubahan tutupan lahan yang penting untuk menjadi bukti mendukung kebijakan yang berkelanjutan. Menggunakan teknologi ini saya pernah menggunakan teknologi ini untuk menghitung titik panas satu Indonesia di lahan gambut dengan tingkat risiko tinggi dan menjadi sistem peringatan bagi kelompok kerja di daerah sekitar sekaligus menunjukkan titik terdekat untuk mengambil air dari sumur bor-sumur bor terdekat.

2. Big Data dan Data Analytics

Big data merupakan oprekan kedua yang paling sering ditemukan dikalangan IT NGO. Kreatifitas IT NGO tidak dibatasi dalam mencari data, mengkomparasi data, dan menghasilkan analisis dari berbagai sumber data. Tentunya perbedaan sumber menghasilkan tantangan tersendiri seperti format yang berbeda, titik sample yang berbeda, waktu pembaharuan yang tidak konsisten, namun harus dijadikan suatu analisis yang kongruen. Sebagai contoh saya pernah terlibat dalam penggunaan BigQuery SQL hasil pendataan mobile monitoring polusi udara yang kemudian disandingkan dengan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) milik DKI Jakarta.

3. Blockchain

Siapa bilang IT NGO tertinggal dalam penggunaan teknologi baru, salah satunya penggunaan Blockchain. Beberapa rekanan NGO yang berfokus pada sektor kehutanan menggunakan teknologi Blockchain untuk penyimpanan sertifikat tanah yang immutable. Algoritma hash yang digunakan pada sistem Blockchain-nya pun tidak hanya sekedar MD5 yang ringan namun SHA-256 atau bahkan SHA-512.

4. Artificial Intelligence & Chatbot

Artificial Intelligence-pun juga menjadi salah satu bahan oprekan anak IT NGO. Biasanya mencakup sub-fokus Machine Learning untuk melatih algoritma-nya dalam berbagai tujuan. Baik membedakan suatu pattern, memprediksi penggunaan energi, memprediksi dampak kebakaran, dan banyak macam lainnya. Beberapa NGO juga sudah mulai menyediakan layanan chatbot baik untuk sekedar memberikan informasi maupun menjadi sistem peringatan dini.