Mengenal Co-Creation: Paradigma Partisipatif dan Demokrasi dalam Pengerjaan Proyek, Pengembangan Organisasi, dan Pengelolaan Kawasan

Sering disalahpahami bahwa konsep Demokrasi hanya berhenti pada tata kelola negara, sedangkan pada sebuah project, perusahaan, yayasan, organisasi masyarakat, asosiasi, bahkan partai politik secara umum dianggap ranah privat yang mana demokrasi hanya menjadi lelucon belaka. Pada pengelolaan suatu proyek atau tim sering ditemui praktik-praktik otoriterianisme, yang terefleksikan dengan pengambilan keputusan sepihak dan pemaksaan kehendak tanpa melakukan konsultasi terhadap para pekerja atau staff. Padahal dapat dengan mudah diminimalisir dengan mengadakan rembuk singkat untuk mengambil keputusan, meskipun pastinya sedikit menghabiskan waktu namun hal tersebut memiliki konotasi yang berbeda, dari yang dipaksa dengan yang dikonsultasikan. Nahasnya menjadi suatu paradox bila suatu organisasi masyarakat, yayasan atau partai politik yang mendakwahkan demokrasi, namun mengambil keputusan dan melangsungkan suksesi secara kekeluargaan tanpa konsultasi. Padahal konsep Demokrasi yang didapuk oleh Cleisthenes (570-508 BC), Bapak Demokrasi dari Yunani Kuno sejatinya tidak hanya mengatur pengambilan keputusan kemaslahatan kota Athena pada masa itu, melainkan organisasi keagamaan, perniagaan, dan militer pada zamannya.

Dewasa ini bertebaran istilah Co-Creation yang berserakan pada berbagai lini. Di mana paradigma ini mendorong aspek-aspek demokratis yakni idealnya partisipasi dari seluruh pemegang kepentingan dalam mengambil keputusan yang berdampak besar pada seluruh pemegang kepentingan. Penggunaan istilah Co-Creation ini tidak terbatas lingkupnya dalam pengerjaan suatu proyek, namun juga dalam Joint Planning Session, hingga Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) suatu kawasan dan High-Level Pannel. Namun dalam praktiknya tidak diamalkan secara penuh bahkan gagal dipahami lantas tidak berjalan dengan baik. Lalu bagaimana melakukan Co-Creation yang baik dan benar ?

Apa itu Co-Creation?

Co-creation mengacu pada suatu proses dalam mendesain pemecahan masalah yang melibatkan seluruh pemegang kepentingan, khususnya yang terdampak seperti (pekerja, buruh, warga lokal, dan kaum marjinal), dengan menempatkan seluruh peserta forum adalah setara sehingga dapat melahirkan diskusi kolaboratif, terbuka, dan fokus pada pemecahan masalah yang memenuhi kebutuhan dan harapan semua pihak yang terlibat.

Prinsip-Prinsip Co-Creation

Dalam mencapai kondisi tersebut, Co-Creation dapat dilakukan bila prinsip-prinsip berikut terpenuhi antara lain :

1. Keterbukaan dan Transparansi: Co-creation membutuhkan komunikasi terbuka dan transparan antara semua pemangku kepentingan. Informasi harus dialirkan secara bebas dan proses pengambilan keputusan harus terbuka untuk diskusi dan masukan dari semua pihak terlibat.

2. Keragaman dan Inklusivitas: Co-creation mengakui nilai dalam keragaman dan inklusivitas. Berbagai perspektif, latar belakang, dan kepentingan harus dihargai dan diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan.

3. Empati dan Penghargaan: Penting untuk mengembangkan empati dan penghargaan terhadap kebutuhan, keinginan, dan aspirasi masing-masing pemangku kepentingan. Memahami sudut pandang mereka membantu dalam merancang solusi yang sesuai dan relevan.

4. Keterlibatan Aktif: Co-creation mengharuskan keterlibatan aktif dari semua pihak terlibat dalam setiap tahap proses pengembangan. Ini melibatkan berbagi ide, memberikan umpan balik, dan berkolaborasi secara langsung untuk mencapai tujuan bersama.

USAID dalam tulisannya Co-Creation Toolkit Interactive Guide menuliskan list pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan tujuan dan proses Co-Creation yang ingin dicapai.

Co-Creation dengan Private Sector

Private Sector baik perusahaan, maupun perorangan yang terbilang penggerak roda ekonomi, biasanya memiliki suatu kepentingan spesifik. Sering juga subjek dalam sektor ini telah memiliki sistem internal mereka. Sehingga dalam melakukan Co-Creation dengan sektor ini tidak jarang diperlukan pendekatan formal dan formalisasi dalam bentuk perjanjian, kontrak, atau MoU.

Co-Creation dengan Indigenous People

Indigenous People atau masyarakat adat seringnya menjadi pihak yang terdampak dari suatu inisiatif. Pendekatan terhadap masyarakat adat juga memerlukan strategi khusus apalagi sering disepelekan dalam pendekatan tersebut perbedaan Bahasa, Budaya, Strata Pendidikan, Sosial, dan Ekonomi. Perlu dicatat bahwa pendekatan terhadap masyarakat adat tidak dapat dianggap sepele meskipun seringnya mereka adalah kaum yang tidak memiliki kuasa.

Manfaat Co-Creation

Co-creation bukan hanya sekadar pendekatan proses, tetapi juga sebuah filosofi yang menekankan pentingnya kolaborasi dan partisipasi dalam menciptakan nilai dan merespons tantangan kompleks. Berbagai manfaatnya antara lain :

1. Inovasi yang Berkelanjutan: Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses pengembangan, co-creation memungkinkan untuk penemuan ide-ide baru dan inovasi yang berkelanjutan.

2. Pemahaman yang Lebih Mendalam: Melalui dialog terbuka dan partisipasi aktif, co-creation memungkinkan untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh organisasi atau kawasan yang bersangkutan.

3. Kepemilikan yang Lebih Besar: Dengan melibatkan semua pihak terlibat dalam proses pengambilan keputusan, co-creation menciptakan rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap solusi yang dihasilkan.

4. Kesesuaian yang Lebih Baik: Dibangun di atas keragaman perspektif dan pengetahuan, solusi yang dihasilkan melalui co-creation cenderung lebih sesuai dan relevan dengan kebutuhan dan harapan semua pihak terlibat.

Referensi

1. USAID, Co-Creation Toolkit Interactive Guide

2. NGO Connect, Global Co-Creation Peaks and Pitfalls

3. Acdivoca, Private Sector Engagement Toolkit Co-Creation 

4. USAID, Co-Creation with Indigenous Partners